Hai, perkenalkan.. namaku Andrew xx, anak bungsu pasangan Ronny xx dan
Widya xx (samaran). Keduanya pengusaha-pengusaha senior di Indonesia.
Meski terlalu kecil untuk bersaing dengan Liem Sioe Liong atau Prajogo
Pangestu, tapi kami masih cukup punya namalah di Jakarta. Apalagi kalo
di lokasi pabrik Papa di Semarang atau konveksi Mama di Tangerang.. Eh,
aku lupa. Aku biasa dipanggil Andru, tapi di rumah aku dipanggil A Bee
atau Abi. By the way, sebenarnya ini adalah kisah tahun 1990. Ya, ini
adalah kisah 13 tahun yang lalu..
Tahun itu, aku baru naik kelas 2
SMP. Umurku saat itu masih 13 tahun dan akan 14 Desember nanti. Mm..
SMP-ku dulu lumayan ngetop, sekarang ngga terlalu.. sekarang cuma
tinggal ngetop mahal dan borjunya aja. Aku sendiri termasuk yang
'miskin' di sana, abis aku cuma diantar jemput sama ciecie-ku aja sedang
yang laen kadang dianter jemput sama sopir pake mobil sendiri (baca:
yang dikasih ortunya buat dia)
Kakak perempuanku yang sulung,
Sinta, tapi dipanggilnya Sian buat temen sekolah/kuliahnya. Cie Sian
baru-baru aja mulai kuliah. Usianya waktu itu 18 tahun. Sedang kakak
perempuanku yang kedua, Sandra, yang biasa dipanggil Sandra atau Apin,
baru masuk SMA dan usianya 15. Hehehe.. kalo berangkat aku dan Cie Pin
suka nebeng Cie Sian. Tapi kalo pulang, Cie Pin naik bis sedang aku
dijemput Cie Sian. Tapi mulai kelas 2 ini aku sudah bertekat pulang naik
metro mini atau bajaj sama temen-temen. Cie Sian cuman tersenyum aja
aku bilang gitu..
Cuma gara-gara naik bis itu, Tante Vi,
sekretaris Mama khusus buat di rumah dan gara-gara kekhususannya itu
kami suka ejek dia butler alias "kepala pelayan" hehehe- jadi sedikit
sewot. Tapi bagusnya, uang sakuku jadi bertambah. Katanya sih buat naik
taksi atau makan di jalan kalo laper. Ya, lumayanlah. Buat ukuran anak
SMP tahun 1990, yang meskipun di sekolahan termasuk yang miskin, tapi
uang sakuku yang duaratus ribu sehari mungkin ngga kebayang sama
temen-temenku yang sok kaya. Lagian aku buat apa bilang-bilang.. kalo
gini kan ketauan mana yang temen mana yang bukan.. soalnya anak SMP ku
itu dari dulunya, juga pada waktu itu, bahkan sampai sekarang. Terkenal
matre.
Well, dan gara-gara kata matre itu pula yang bikin aku
bisa ngeseks sama Vonny, anak kelas 3 yang sangat cantik tapi sangat
memilih pasangan jalannya itu. Juga sama Mbak Maya, temen SMA nya Cie
Pin. Hehehe, untung aja Ci Pin ngga pernah tau sampe sekarang.. pasti
heboh waktu itu kalo dia tahu.
Eh, tapi.. aku pertama kali
ngerasain yang namanya 'ngentot' bukan sama mereka ini loh.. Pasti
kalian ngga pernah kebayang deh sama siapa aku pertama kali ngerasain
badan cewek. Oh, bukan sama Tante Vi tadi.. apalagi sama perek atau
pelacur (itu sih jijay!hii..) Mau tahu? Sama seorang sales promotion
girl bernama Marlena.
Ceritanya, siang-siang pulang sekolah kami
iseng pengen tau seperti apa sih yang namanya Pameran Produk Indonesia
(PPI) di silang Monas. Well, kami liat-liat di sana ternyata sepi-sepi
aja kecuali di beberapa stand/gedung pameran seperti mobil. Dan di stand
itulah saat itu aku tersadar sudah terpisah sendirian dari
temen-temenku.. Rese' nih pada ngga bilang-bilang kalo kehilangan..
"Siang,
Ko.. pulang sekolah ya?" seorang dara putih manis berlesung pipit dan
berambut ikal sepundak menegurku dengan senyum yang paaling indah
menawan yang pernah kusaksikan seumur hidupku. Aku balas tersenyum pada
SPG yang ramah tapi agak sok akrab itu, "Iya Cie..", Aku panggil dia Cie
sebab jelas-jelas usianya lebih tua daripada aku, mungkin 21 atau 22
tahunan. Aku kan masih 13 tahun dan pasti keliatan karena aku kurus,
kecil, pendek, dan masi pake celana SMP..
Ciecie itu tertawa
sumringah, "Ih, kamu ini pasti langsung kemari abis sekolah.. bandel,
ya?!" candanya dengan senyum menggoda. Aku terkekeh juga, meski rada
keki dibilang bandel, "Emang iya. Tapi aku kan udah bilang Cie Sian mau
kemari..", Ciecie itu tersenyum ramah, "Ciecie kamu umur berapa?",
"18..", jawabnya.
Dia tersenyum, "Mmh ya bolehlah.. berarti kamu ngga kelayapan.."
Aku tertawa, "Hehehe ciecie bisa aja.. "
Lalu aku menudingnya, "Ciecie ini namanya siapa?"
Dengan
gaya bak peragawati, dia membetulkan posisi nametag-nya yang miring
sehingga dapat jelas kubaca, "M-a-r-l-e-n-a.. Namanya cantik, Cie.."
Dia tersenyum, "Aduh makasih banget, tapinya ngga ada recehan nih.. pake brosur aja ya?"
Aku tersenyum dan mengambil juga brosur yang ia tawarkan.
"Wow,
ni mobil keren juga, nih.." aku sampai bersiul terkagum-kagum pada
barang dagangannya.. (well, saat itu teknologi DOHC baru pertama kali
muncul di Indonesia.. wajar dong kalo aku saat itu kagum berat..)
"Iya, dong.. siapa dulu yang jualan" katanya tersenyum sambil menepuk dada.
Dan
saat itulah aku mulai memperhatikan baju kausnya ketatnya yang
menonjolkan buah dadanya yang lumayan besar.. hmm.. dan rok mininya yang
ketat tipis sepaha itu, seolah-olah bila kakinya terbuka sedikit lebih
lebar maka aku dapat melihat celana dalamnya.. Maka tidak usah ditunggu
lagi, aku segera mengikuti kemanapun ia bergerak menerangkan presisi dan
kemampuan mobil itu, sambil bersyukur jadi orang pendek.
Hehehee..
Beneran deh, dengan tinggiku saat itu yang 134 cm, kalian seolah-olah
bisa mengintip isi rok mini Cie Lena yang tingginya 170 cm lebih dan
pake sepatu hak tinggi pula. Makanya aku tidak menyia-nyiakan kesempatan
untuk duduk di dalam mobil sementara ciecie itu menjelaskan dari luar
dengan sebelah kaki menginjak sandaran kaki..
Tapi aku yakin mukaku
menjadi kemerah-merahan, sebab ciecie ini dari tadi bagaikan tertawa
maklum dan betul-betul sapuan matanya menyapu wajahku terus-menerus..
sampai tiba-tiba aku bagai tersadar dari lamunan..
"..gimana? udah keliatan belon?"
aku terkaget-kaget di tempat duduk menatap wajahnya yang tersenyum manis, "apanya, nih?"
dia
tersenyum lalu gerakan matanya menunjuk arah diantara kedua kakinya
yang membuka sambil berkata pelan, "..celana dalemnya ciecie.."
nah,
kebayang kan gimana malunya dan merahnya mukaku saat itu ditembak
langsung begitu.. untung dia ngomongnya ngga kenceng. Lalu dia
mendekatkan diri padaku dan berkata, "dari tadi ciecie liat kamu
berusaha liat dalemannya ciecie, jadi tadi ciecie sengaja angkat kaki
sedikit biar kamu engga penasaran.. udah liat, kan? Ciecie pake warna
coklat muda..". Aku yakin mukaku semerah kepiting rebus. Tapi Cie Lena
tersenyum maklum dan membimbingku bangkit dari tempat duduk sopir dan
berkata keras, "Ikut Ciecie ya Ko kecil.. Ciecie akan kasi liat
kemampuan ini mobil supaya bisa bilang-bilang sama Papa, ya?"
Dan
seorang pria muda berdasi yang berdiri tidak jauh dari kami tersenyum
lebar mendengar ucapannya itu sambil mengacungkan ibu jari. Tapi kulihat
Cie Lena cuek aja, malah mengerdipkan sebelah matanya padaku.
Kami
menuju pelataran parkir luar dimana sebuah mobil serupa dipamerkan dan
nampaknya bisa dicoba. Cie Lena memintaku duduk di depan sedang dia
sendiri menyetir.
Gugup juga aku waktu liat dia di kursi sopir
duduk agak mekangkang sehingga dengan rok mini super pendeknya aku tahu
pasti terdapat celah terbuka yang bila aku duduknya maju sedikit pasti
aku bisa melihat.. ehmm.. anunya.. yang katanya coklat muda itu..
Cie
Lena tertawa geli melihatku rada panik. Melajukan mobil keluar kompleks
silang Monas, ia berkata, "Nah sekarang kamu bisa liat celana dalam
Ciecie puas-puas tanpa perlu takut ketauan.."
Aku sangat malu. Tapi
aku tidak bisa menahan diriku untuk menyandarkan kepalaku ke dashboard
sehingga bisa mengintip sesuatu diantara kedua paha mulus ciecie ini..
Dia tersenyum, "Namamu siapa sih, Say?"
"A Bee."
Dia tersenyum, "Nama yang bagus."
Lalu dia menoleh menatapku sebentar, "Kamu belum pernah liat cewek telanjang ya, Say?"
Aku menggeleng pelan.
"Pengen tau, ya?" dia tersenyum, "Pasti pernah nyoba ngintipin ciecie-mu ya?"
Kali ini aku mengangguk pelan.
Dia tertawa.
"Mau liat Ciecie telanjang ngga, Say?"
Aku cuma bisa menelan ludah gugup. Ciecie seseksi ini mau telanjang di depanku?
Dia tersenyum, "Tapi Say, Ciecie boleh minta duit kamu sedikit ya? Ciecie perlu bayar uang kuliah sama beli buku nih.."
Aku masih terdiam membayangkan dia telanjang di depanku.. Waah, pasti di antara kakinya itu ada..
"Kamu boleh liat badan Ciecie semuanya, Say.." katanya memutus lamunanku, "Ciecie sayang sama kamu, abis kamu imut sih.."
"Ciecie emang butuhnya berapa duit?" aku memberanikan diri bertanya.
Dia tersenyum dan jarinya menunjuk angka 1..
"I Pay.."
Cuma
segitu? Yah, kalo cuma segitu sih.. uang sakuku sehari juga lebih dari
itu.. Aduh, dengan uang segitu, dia mau telanjang di depanku supaya dia
bisa kuliah..
"Cie.." kataku nekat, gejolak di kepalaku sudah memuncak di napas dan kontolku nih..
"..tapinya aku boleh cium Ciecie, ya?"
Cie Lena agak kaget, aku terlalu polos atau kurang ajar, ya?
Tapi dia tersenyum.
"Makasih, A Bee Sayang.."
Lalu,
Cie Lena mengarahkan mobil contoh itu ke sebuah tempat di Kota (aku
ngga tau namanya, waktu itu kami kan tinggalnya di Pondok Indah sedang
sejauh-jauhnya aku main kan cuma di Blok M). Ia memasukkan mobil ke
garasi sebuah rumah kecil di pemukiman yang padat dan jalannya ampun deh
jeleknyaa..
Lalu Cie Lena menyilakan aku keluar. Sempat kulihat
ia tersenyum pada seorang Empeh-empeh yang lewat, Kudengar ia
membahasakan aku ini adik sepupu yang hari ini dititip karena orang
tuanya sedang pergi. Wah, kalau sampe sebegitu-begitunya, ini pasti
beneran tempat tinggalnya.. Lalu aku mengikutinya masuk ke dalam rumah
itu. (Hihihi aku perhatikan ia mengambil anak kunci pintu depan dari
balik keset.. Kalo aku maling, habis sudah isi rumah ini..)
"Ini kontrakan Ciecie.." katanya sambil menunjuk ke ruangan dalam, "Ciecie tinggal berempat di sini."
"Yang lainnya kalo ngga kerja ya kuliah.." katanya saat aku bertanya mana yang lain.
Ia
membuka kamarnya dan menyilakan aku masuk sementara ia ke ruangan lain
mungkin mengambil minuman. Aku perhatikan kamarnya sangat rapi, mirip
seperti kamarnya Ci Sian. Bedanya hanya buku-buku kuliahannya sangat
sedikit sedang di kamarnya Ci Sian kemanapun kita memandang isinya
buku.. Ah, Ciecie ini memang butuh bantuan banyak.
Lalu Cie Lena
datang membawa minuman. Tersenyum ramah. Meletakkan gelas di meja
belajarnya lalu mengunci pintu dan berdiri bersandar di pintu sambil
memandangiku. Aku duduk di kursi belajarnya, setengah gugup. Habis ini,
aku akan melihat cewek bugil asli-aslian di depanku.. Nampaknya dia
sangat mengerti kegugupanku karena ia lalu berjongkok di sampingku dan
memelukku erat-erat. Menciumku pelan. Lalu berkata, "Udah siap liat bodi
Ciecie?", Aku mengangguk perlahan. Dia tersenyum dan berdiri sambil
membelai pipiku. Ia mulai berdiri menjaga sedikit jarak agar aku bisa
melihat semua dengan jelas.
Sebetulnya kalo dipikir-pikir saat
itu ia melakukannya dengan cepat, kok.. Tapi dalam tegangku, semua
gerakannya jadi slow motion. Ia mulai dengan membuka kaus ketat
tipisnya. Melemparnya ke tempat tidur. Tersenyum lebar, ia menepuk
perutnya yang putih kecoklatan itu sambil membuat gerakan menciumku..
Lalu ia menarik sesuatu di belakang rok mininya sehingga terjatuh ia
menutupi jemari-jemari kakinya menampakkan celana dalam coklat muda yang
tadi ia katakan..
Sampai di sini, aku tidak kuat duduk.. batang
kontolku menegang dan sakit kalo aku tetap duduk. Ia malah mendekat dan
memelukku. Mmmhh.. meski jadi sedikit sesak napas, tapi aku sangat
senang.. wajahku kini terbenam di antara belahan buah dadanya.. sedang
perutnya menempel pada dadaku.. Oh, aku tentu saja balas memeluknya..
dan terpeluk olehku pinggul dan pantatnya yang sekel itu.. Dan saat
terpegang olehku celana dalamnya, spontan aku masukkan jari-jariku ke
dalamnya, membuatnya menjerit kecil.. "Aih.. ngga sabaran banget sih Ko
kecilku ini.."
Spontan ia melucuti celana dalamnya lalu
mengangkat kaki kirinya memeluk pantatku sehingga rambut tipis jembutnya
menggesek-gesek perutku.. Aduh ciecie ini.. aku kan pengin liat.. Tapi
ia menciumku di pipi dan membimbingku ke cermin yang tertempel di
lemarinya memperlihatkan seluruh badan telanjangnya kecuali di sekitar
tetek itu.. Aku mengerti. Aku ke belakangnya dan membuka kaitan BH nya
sehingga nampak juga akhirnya puncak gunung yang coklat muda indah itu..
membuatku segera menarik tubuhnya menghadapku.. dan mulai meremasinya
buah dada itu.. Ia sedikit melenguh dan terduduk di kursi.. Menyandarkan
punggungnya di sandaran kursi sehingga dadanya membusung sedang posisi
pinggul dan otomatis memeknya tersodor bagai ingin disajikan.. Aku ciumi
teteknya itu lalu aku hisap kuat-kuat membuatnya menggelinjang sampai
akhirnya dengan satu sentakan ia mendorongku jatuh ke tempat tidurrnya..
Ia bangkit berdiri setengah membuka pahanya sambil bertolak pinggang menonjolkan dadanya yang masih mancung dan ranum itu..
Aduh
aku ngga kuat lagi. Aku buka celana ku sehingga batang kontolku mencuat
keluar dengan bebas mengambil posisi tempur.. kucopot juga bajuku
sehingga tinggal singletku. Sementara itu ia hanya tersenyum saja.
Lalu ia memegang kontolku, yang segera saja semakin tegang dan membesar..
"Aduh si Ko kecil ini.." katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Udah kerangsang, ya?"
"Iya, cie.. "
Dia
cuma tercekikik, dengan genggamannya menahan kulit kulup ku agar tidak
menutupi kepala kontolku, ia menotol-notolkan telunjuknya pada kepala
kontolku.. dan setiap kali jarinya menyentuh kulit kepala kontolku,
setiap kali itu aku merasa tersetrum oleh rasa geli-geli yang aneh..
"Hhh..," aku sampai mendesah kenikmatan, "Cie, 'maen' yuk?"
Dia menatapku geli..
"Maen petak umpet?"
Aku menggeleng tak sabar, "Bukaan. Kayak yang di film-film.."
"Film apa? Donald Duck?"
"Be Ef, Cie.. Ngentot.." akhirnya keluar juga kata itu dari mulutku..
Tapi dia malah menowel hidungku, "Anak bandel, ya? Kecil-kecil udah nonton BF. Kamu udah pernah 'maen', ya? sama siapa?"
Aku menggeleng pelan, "Nonton doang. Pengen sama Ciecie.."
"Tapi ciecie mana puas 'maen' sama kamu. Kamu kan masih anak kecil.."
Lalu dia menunjuk burung-ku
"Punya kamu itu kekecilan. Lagian kamu orang kan belum pernah 'maen', belon tau harus ngapain.."
Adduuh.. aku udah kepengen banget niih..
"Cie Len.. boleh dong, ya? aku kasi Ciecie tiga ratus deh.." aku merengek..
Dia malah tertawa, "Kamu ini mesti anak orang super kaya.. buang duit kayak buang sampah.."
Adduuh.. tolong Cie.. cepet dong..
Dia lalu mencium bibirku sehingga batang kontolku tak urung menyentuh daerah sekitar pangkal pahanya..
"Duit segitu itu separuh uang kuliah Ciecie satu semester, tau nggak?!"
Adduuh Ciecie ini gimana sii.. aku udah ngga tahan nii..
"Cie Len.. ayo dong Cie.."
Cie
Lena menghela napas panjang, lalu menatapku sambil menggigit-gigit
bibirnya sebelum akhirnya berkata "Sebetulnya Ciecie ngga pengen begini.
Tadinya niat Ciecie sama kamu tuh cuma telanjang aja.."
"Tapi Ciecie memang butuh uangnya.."
Lalu ia menghela napas panjang lagi, "Tapi kamu ini masih anak kecil. Ciecie ngga mau ngerusak kamu.."
Aku
menatapnya protes. Ia pasti melihat tatapan protesku, tapi ia nampak
berpikir keras. Tapi akhirnya ia menggelengkan kepala lalu mencium
bibirku. Lalu tubuh telanjangnya itu menelungkup menindih tubuh
telanjangku..Ia menciumiku sementara tangan kirinya menyentuh-sentuh
kepala kontolku dan ampun deh rasanya luar biasa.. (ternyata butuh
beberapa tahun kemudian baru aku sadar kalo orang belum pernah kepegang
cewek, cukup disentuh kepala kontolnya rasanya sudah selangit..)
Aku
meronta, menggelinjang keenakan.. sekaligus tidak puas.. aku ingin
ngentot! Dan akhirmya ia memenuhi keinginanku.. ia menjejakkan kaki
kirinya di atas ranjang sedang kaki kanannya di lantai, dalam posisi
setengah berlutut sehingga kepala kontolku (yang mungkin masi terlalu
kecil buat dia karena usiaku toh juga masi kecil) sedikit melesak di
antara dua bukit berhutan jarang itu.. Lalu.. ia menekan pantatnya
sedang ia membusungkan dadanya dan mendongak sehingga pandanganku hanya
berisi payudara dan puting susu kecoklatannya itu.. plus bonus ujung
hidungnya..
Slepp.. nampaknya kepala kontolku sudah mulai melesak
masuk.. Ia lalu mengambil posisi berlutut, kedua lututnya tertekuk di
atas kasur dan pinggulnya menindihku.. Lalu ia sekali lagi mendesakkan
pinggulnya.. Bless.. akhirnya masuk juga.. Aku terpesona merasakan
gesekan kontolku dengan dinding dalam memeknya.. Ia tersenyum lagi. Lalu
mulai menggoyang-goyangkan pantatnya.. membuat sensasi luar biasa pada
setiap gerakannya yang membuat kontolku bergesekan dengan dinding
memeknya.. Ohh.. hh.. Badanku rasanya pelan-pelan terbakar oleh perasaan
geli-geli yang menjalar yang dingin..
Lalu ia semakin
mempercepat gerakannya. Membuat jalaran geli tadi semakin melebar ke
seluruh permukaan kulit tubuhku dan pada saat nampaknya tak tertahankan
lagi.. tiba-tiba..
Srr.. srr.. srr.. kurasakan aku 'kencing' dan
perasaan geli itu mulai menguap meninggalkan bekas bergetar dingin pada
sekujur badanku.. Gerakan Cie Lena berhenti.. Kontolku sudah terlalu
lemas sehingga tidak dapat bertahan lebih lama dalam liang memeknya..
Cie Lena memelukku sekali lagi.. Menciumku..
"Gimana, Bee..? Kesampaian, ya..?" katanya dengan senyum menggoda..
"Enak kan 'maen' sama Ciecie..?"
Aku.. aku tidak dapat menjawab. Aku menutup mataku saja sambil tersenyum lebar..
Dan
aku pikir dia puas dengan jawaban itu. Soalnya dia mulai menciumku dan
memainkan burungku sekali lagi dengan jemari lentiknya..
Ah.. Cie Lena.
Sekarang
ini, 13 tahun kemudian, dia masih belum menikah dan kini bekerja
sebagai karyawanku di sebuah kawasan perkantoran di xx.. Ya tentu saja
kami masih sering melakukannya. Tapi mungkin tidak terlalu sering karena
kami masing-masing sudah punya pacar. Hanya saja, ketika kenangan atau
gairah itu datang, sedang pacarku tidak ada di tempat, aku tahu ke mana
aku bisa menyalurkan hasratku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar